Telapak tanganku
Ku biarkan terbuka
. . .
Jika ingin berpijak
ku persilahkan
Hingga detik, ku
letih untuk menghela nafas . . .
Namun,
Jika ingin terbang
ku biarkan
Karena memang,
Tak ada pasal untuk
aku mengekang mu . . .
Aku sadar, hatiku
mengikat
Dan jika ku ingin
Bisa saja ku
genggam erat . . .
Tapi, tak apalah .
. .
Sayapmu terlanjur
aus dan sulit untuk mengepak
Hanya menengadahkan
kedua tangan pada Tuhan
Jauhkan aralmu
hingga di pelabuhan . . .
Setitik anganku
terbias ke dalam sebutir jawaban,
Jawaban yang ku
olah renungan di paruh malam . . .
Sembari waktu
melahap habis umurku,
Yang kurasa tinggal
seujung ranting . . .
Melangkahlah . . .
Berbaurlah engkau
dengan riak kesibukan duniawi
Dan aku,
Hanya akan menjadi
lukisan molek yang pernah kau pandang . . .
Lukisan molek
dengan berkas tanda tanganmu . . .
Kertasku mulai
kusam,
Tintaku muai kabus,
Lisanku tak sampai
untuk menguak baris akhir
Setelah seribu satu
ungkapan . . .
Modalku hanya
tinggal setitik . . .
Titik yang bisa
tuntaskan raungan hati yang mulai biru,
Panggilan jiwa yang
mulai merintih,
Untuk menoreh huruf
terakhir . . .